03/06/10

Canai Makassar Rasa Malabar

TEMPO Interaktif, Makassar - Di dapurnya, Zubair Ahcmad Musa, 44 tahun, sibuk membanting-banting adonan tepung terigu. Kedua tangannya begitu lincah memutar-mutar dan membanting adonan khas makanan asal artis India Sahrukhan itu di atas meja hingga melebar dan pipih. Kemudian dioleskan mentega di atasnya dan melipatnya.


Proses banting-membanting adonan roti canai ini hampir mirip dengan proses pembuatan martabak ala nusantra. Cara ini, kata Zubair, untuk mendapatkan kepadatan bahan tepung yang dilarutkan bersama air sebelum dipanggang di atas wajan. “Adonan dibanting hingga pipih, agar olesan mentega dapat merata pada lapisan roti saat dipanggang dan dihidangkan, “ kata Zubair, pemilik Rumah Makan Malabar, Makassar ini kepada Tempo.


Bau garing dari roti canai itu pun tersembul setelah turun dari panggangan. Tapi, ups...jangan buru-buru menyantapnya. Sebab dengan teksturnya yang tebal dan lebarnya seperti piring itu akan terasa hambar jika tidak ditemani dengan kare ayam atau kare kambing yang disediakan dalam satu porsi di warung milik orang India itu.


“Kami menyediakan menu pendamping berupa kari ayam dank are kabing, “ katanya. Menurut Zubair, makanan pokok ini di daerah asalnya, biasanya ditemani dengan Daca’, yakni sayur kacang ijo atau kare-kare. Juga disediakan sambel kecap, cabe merah dan jeruk nipis untuk mengolah cita rasa sesuai selera.


Mencari menu khas India di Makassar tidak akan ditemukannya jika tidak datang ke rumah makan Malabar yang berada di kawasan “china town”, jalan Sulawesi Makassar. Sebab rumah makan yang diapit oleh toko penjualan perkakas rumah ini adalah satu-satunya rumah makan yang menyediakan makanan khas India, termasuk berbagai kare, sup dan sate. Harganya untuk satu porsi roti canai saja Rp10.000 dan untuk kare ayam atau kambing Rp. 27.000.


Zubair bercerita jika penggunaan nama Malabar ini tak lain untuk mengenang daerah asalnya kakeknya, Malabar, daerah selatan India. Rumah makan yang berdiri di jalan Sulawesi Makassar sejak 1946, hingga sekarang dikelolah oleh generasi ketiga dari C. Musa Malabar. Jadi, kata Zubair, Malabar itu bukan singkatan Makan Lalu Bayar, tapi mengambil nama daerah dari moyang Zubair. “Tapi nggak tahu kok banyak yang memelesetkan kata Malabar sebagai makan lalu bayar, “ ujar Zubair.

sumber : http://tempointeraktif.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar